Konflik Laut Cina Selatan, Konflik Yang Tak Mudah Berakhir

Rabu, 27 April 2016



A. Awal  Konflik Laut Cina Selatan

Cina merupakan Negara yang mulai tumbuh setelah perang dunia ke-2. Baik dari segi militer, ekonomi, pembangunan manusia dan lainnya. Dalam tumbuh kembangnya Negara ini, Cina yang dimulai pada saat kepemimpinan Dinasti Han pada tahun 206 BCE-220 CE.[1] Sedangkan pada saat 1403 – 1433 suatu ekspedisi dilakukan oleh dinasti yang sedang berkuasa yaitu dinasti Ming. Dalam pengembanan tugas tersebut, para pengekspedisi Dinasti Ming memilih untuk menjelajahi lautan. Dalam pelayarannya mereka memilih untuk berlayar ke Spratly Island (Kepulauan Spratly). Sehingga atas bukti tersebut, cina melayangkan klaim kepada Negara-negara yang ada di kawasan-kawasan klaimnya.
Hal tersebut juga diperkuat dengan bukti lain yang dikeluarkan cina berupa peta nine dashed line atau yang berarti Sembilan garis putus-putus. Pada tahun 1947 dan 2009[2]. Dalam peta tersebut dijelaskan bahwa pulau yang masuk kedalam nine dashed lines mutlak dimiliki oleh Negara cina. Tidak hanya darat, cina juga mengklaim laut yang ada dalam peta tersebut termasuk segala kandungan alam di dalamnya. Dengan tindakan yang dilakukan cina tersebut dapat disimpulkan bahwa cina tidak main-main dalam mengklaim wilayah tersebut.

Klaim yang dikeluarkan oleh cina tersebut tentunya memicu reaksi Negara-negara yang ada dan bersinggungan dengan peta tersebut. Negara-negara tersebut adalah Negara Filipina, Brunei Darussalam, Indonesia, Vietnam dan Malaysia. Negara-negara tersebut membawa masalah tersebut ke organisasi internasional terdekat mereka yaitu ASEAN.  Tidak hanya itu, Negara-negara tersebut juga memperkuat kekuatan militer mereka. Akhir-akhir ini Filipina mulai meningkatkan anggaran militernya sebanyak tiga kali lipat dalam sebelumnya.
Indonesia sebagai salah satu pihak yang terlibat sangat sulit untuk menghindar dari ketegangan yang sedang terjadi. Karena secara geografis, Indonesia bersinggungan langsung dengan laut cina selatan.
Konflik tersebut semakin rumit ketika ada Negara baru yang ikut mengintervensi. Amerika Serikat masuk sebagai Negara baru yang masuk di tengah-tengah ketegangan yang terjadi di wilayah Laut Cina Selatan. Intervensi yang semakin masif direspon oleh pemerintah cina dengan melakukan pembangunan secara besar-besaran. Dalam mengcounter tindakan cina tersebut, pihak AS meningkatkan kesiapsiagaan militernya dengan melakukan pembangunan pangkalan militer di bagian barat dan utara Australia dan menjadikan Darwin sebagai pusatnya.

Pembangunan yang dilakukan amerika di Darwin seharusnya menjadi perhatian yang besar bagi pemerintah Indonesia. Mengingat jarak dari Darwin ke pulau paling selatan Indonesia hanya berjarak sekitar 650 Km saja. Dalam kecanggihan alat militer saat ini 650 Km bukan merupakan jarak yang jauh. Pesawat terbaru amerika mampu mencapainya hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit dari Darwin ke Pulau Selaru, pulau terluar Indonesia yang paling selatan.

B. Kelanjutan Kasus Laut Cina Selatan

Dalam kelanjutannya, konflik laut cina selatan tersebut tidak semakin mereda melainkan sebaliknya. Para Negara yang bersinggungan dengan laut cina selatan membawa kasus tersebut ke peradilan internasional, terutama Indonesia. Indonesia diwakili oleh menteri kelautannya mengancam untuk melaporkan tindakan cina terhadap laut cina selatan ke pengadilan internasional.[3] Hal ini menyebabkan Indonesia yang semula netral menjadi melawan klaim cina atas laut cina selatan.
Amerika sebagai Negara yang mempunyai interest di daerah asia pasifik melakukan berbagai tindakan-tindakan rasional guna untuk mengamankan interest nasionalnya. Karena perairan laut cina selatan yang sangat menjanjikan atas kandungan alam di dalamnya. Laut cina selatan menempati perairan yang paling produktif dan menempati nomor satu dalam menghasilkan ikan-ikan untuk di kirim keseluruh dunia. Cina memperkirakan, kandungan minyak yang tersebar di paracel dan spratly sangatlah besar, sekitar 213 miliar barel atau 10 kali lipat dari cadangan minyak yang dimiliki oleh amerika serikat[4]. Sedangkan pemerintah amerika serikat memperkirakan terdapat 28 miliar barel minyak yang terkandung di dalamnya. Walaupun terdapat perbedaan perkiraan, tidak dapat ditampik bahwa memang laut cina selatan, parcel dan spratly island sangatlah berharga.
Kelanjutan dari sengketa ini berakhir memanas. Cina menolak untuk mematuhi hukum internasional yang sudah dikeluarkan PBB dan amerika mengambil tindakan untuk mendukung Negara-negara yang bersinggungan dengan laut cina selatan.[5] Pemerintah amerika serikat mengirimkan tentara dan peralatan perangnya ke Filipina. Sedangkan Indonesia mendapatkan dana dari amerika serikat senilai 2 juta dolar amerika serikat untuk membangun pertahanannya.
Walaupun klaim tersebut belum disetujui internasional, cina dengan kesadaran melanggar perbatasan laut Negara-negara yang bersinggungan. Beberapa pelayan dari cina pernah memancing di perairan Indonesia dan hal tersebut bukan karena ketidaktahuan nelayan Negara cina melainkan mereka sengaja untuk melakukan hal tersebut. Begitu juga Malaysia, 100 kapal cina melanggar batas perairan Negara melayu tersebut. Pihak cina menolak bahwa hal tersebut adalah bentuk dari pelanggaran. Juru bicara kementrian luar negeri cina, Hong li mengatakan bahwa hal tersebut sudah wajar dilakukan dan wilayah yang disebutkan Malaysia merupakan wilayah cina yang sah. Jadi, kapal-kapal ikan cina boleh dan sah untuk mencari ikan di daerah tersebut.



[1] Violatti, Christian. “Han Dynasty” http://www.ancient.eu/Han_Dynasty/ diakses pada 17 April 2016
[2] Illahi, Kurnia. “Indonesia di Pusaran Konflik Laut Cina Selatan.” http://nasional.sindonews.com/read/1055705/19/indonesia-di-pusaran-konflik-laut-china-selatan-1445604047 diakses pada 20 April 2016 pukul 22.12
[3] Adyatama, Egy. “Menteri Susi Akan Laporkan Cina ke Pengadilan Internasional.” https://m.tempo.co/read/news/2016/03/21/090755620/menteri-susi-akan-laporkan-cina-ke-pengadilan-internasional diakses pada 17 April 2016 Pukul 10:10
[4] “Sengketa Kepemilikan Laut Cina Selatan” http://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2011/07/110719_spratlyconflict diakses pada 17 April pukul 10:10
[5] Puspaningtyas, Lida. “AS: Hukum Internasional Terancam di Laut Cina Selatan” http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/global/15/12/15/nzdvaa366-as-hukum-internasional-terancam-di-laut-cina-selatan diakses pada 17 April 2016 pukul 11:37



Daftar Pustaka

Illahi, Kurnia. “Indonesia di Pusaran Konflik Laut Cina Selatan.” http://nasional.sindonews.com/read/1055705/19/indonesia-di-pusaran-konflik-laut-china-selatan-1445604047 diakses pada 20 April 2016 pukul 22.12
Dema, Yon. “Beijing Operasikan Mercusuar Setinggi 55 Meter di Laut Cina” https://m.tempo.co/read/news/2016/04/07/118760459/beijing-operasikan-mercusuar-setinggi-55-meter-di-laut-cina diakses pada 20 April 2016 pukul 22.12
Widodo, Reja Irfa. “Cina Dinilai Sudah Sering Lakukan Pencurian Ikan di Natuna” http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/03/24/o4jknj354-cina-dinilai-sudah-sering-lakukan-pencurian-ikan-di-natuna diakses pada 21 April 2016 pukul 08.41
Hermawan, Bayu. “Sikap Indonesia Atas Cina Sesuai Hukum Laut Internasional” http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/03/24/o4irlo354-sikap-indonesia-atas-cina-sesuai-hukum-laut-internasional diakses pada 21 April 2016 pukul 08.41
Ilham. “AS Kirim Tentara dan Peralatan Ke Filipina” http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/global/16/04/14/o5mtcd361-as-kirim-tentara-dan-peralatan-ke-filipina diakses pada  21 April 2016 pukul 08.51
Pratiwi, Intan. “Amerika Gelontorkan 2 Juta Dolar AS untuk Pertahanan Indonesia” http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/04/10/o5dxud328-amerika-gelontorkan-2-juta-dolar-as-untuk-pertahanan-indonesia diakses pada 21 April 2016 pukul 08.54